Rabu, 05 Maret 2014

Love What You Do

Whatever it is you want to change about yourself, now is the time to change it.
- Meg Jay

Berada diujung umur kepala 2 dan masih merasa belum melangkah ke arah yang tepat itu sungguh tidak menyenangkan. Mengetahui hendak melangkah kemana saja ternyata tidak cukup untuk mampu membuat kita berada di jalur yang dikehendaki.

Rasa-rasanya umur 20an merupakan umur dimana kita akan berjumpa berbagai hal baru yang mungkin membuat kita tergoda untuk melakukan eksplorasi. Eksplorasi, selama tidak mengganggu "hendak menjadi apa kita nanti" rasanya sah-sah saja. Tapi idealnya, eksplorasi pada hal-hal yang akan mendefinisikan kita di masa yang akan datang mendapatkan porsi yang lebih banyak jika dibandingkan dengan eksplorasi "entah apa" yang sekiranya akan mengantar kita ke antah berantah. Tapi kita (mungkin lebih tepatnya saya) seringkali terlena pada nikmat sementara yang diberikan eksplorasi "entah apa", kemudian tersesatlah saya di antah berantah.

Ada sebuah presentasi menarik, "Why 30 is not the new 20" yang disampaikan Meg Jay pada acara TED Talk. Rasanya bolehlah presentasi tersebut dijadikan sebagai pengingat untuk mereka yang berumur 20an, betapa apa yang kita kerjakan pada umur-umur tersebut akan sangat berpengaruh terhadap akan menjadi apa diri kita nanti.

Ada tiga hal yang menurut Meg Jay perlu didengar oleh mereka yang berumur 20an. Berikut saya kutipkan salah satunya, mengenai pentingnya mengerjakan hal yang akan lebih mendefinisikan diri kita di masa yang akan datang.

First, I told Emma to forget about having an identity crisis and get some identity capital. By get identity capital, I mean do something that adds value to who you are. Do something that's an investment in who you might want to be next. I didn't know the future of Emma's career, and no one knows the future of work, but I do know this: Identity capital begets identity capital. So now is the time for that cross-country job, that internship, that startup you want to try. I'm not discounting twentysomething exploration here, but I am discounting exploration that's not supposed to count, which, by the way, is not exploration. That's procrastination. I told Emma to explore work and make it count.

Berikut saya rangkumkan pesan Jay dari kutipan diatas.

1. Lupakan tentang krisis identitas dan kejarlah modal identitas, yaitu dengan melakukan sesuatu yang akan meningkatkan nilai dirimu, mengerjakan sesuatu yang dapat menjadi investasi untuk akan menjadi apa dirimu nanti.

2. Memang kita tidak akan pernah tahu tentang masa depan karir juga masa depan kerja seseorang, tapi ada satu hal yang begitu diyakini Jay, bahwa modal identitas akan menurunkan modal identitas lainnya. Jadi sudah waktunya untuk mencoba pekerjaan antar negara, magang atau membangun startup yang dikehendaki.

3. Bukannya Jay tidak menghitung eksplorasi yang dilakukan oleh anak 20an disini, tapi dia hanya tidak menghitung eksplorasi yang tidak perlu dihitung, yang mana bukan merupakan sebuah eksplorasi, tapi sebuah penundaan. Lakukanlah eksplorasi kerja dan buat itu terhitung.

Hal paling awal yang perlu diperhatikan sebelum bisa menerapkan pesan Jay diatas tentu menentukan "identitas apa yang hendak kita pilih", mau jadi apa diri kita nanti. Selanjutnya baru apa yang dinamakan modal identitas dapat dikejar.

Memilih identitas itu gampang-gampang susah. Pada sebuah artikel berjudul "Lentera Jiwa", Andy Noya menyampaikan betapa beruntungnya mereka yang saat ini bekerja di bidang yang dicintainya. Bidang yang membuat mereka begitu bersemangat, begitu gembira dalam menikmati hidup.

Sayangnya, menemukan apa yang dinamakan passion, hasrat hati, lentera jiwa tidak semudah yang diomongkan. Ikazain pada artikelnya "About Finding Passion" menyampaikan penyebab hal tersebut adalah sudah terbiasanya kita dituntut untuk mencapai “yang terbaik” dari kecil. Masuklah kelas terbaik, sekolah unggulan, jadilah ranking 5 besar, lolos jurusan favorit, tembus universitas negeri terbaik, dll. Kebiasaan memilih "yang terbaik" nantinya akan menemukan kendala ketika kita sudah memasuki dunia kerja. "Yang terbaik" itu yang mana? Yang ngasi gaji gede? Lalu bagaimana jika lingkungan kerjanya tidak nyaman? Apa kita harus berbalik arah lalu memilih jalan yang membuat kita merasa nyaman, seperti Andy Noya dan orang-orang yang diceritakan dalam artikelnya? Mungkin selanjutnya akan muncul pertanyaan, apa kita akan seberuntung Andy Noya, Bara Patirajawane, Wahyu Aditya, Gede Prama ketika memutuskan untuk berbalik arah?

Nah untuk kalian (termasuk saya) yang belum memiliki cukup keberanian untuk berbalik arah memilih jalur yang (kalau boleh dikatakan) sesuai dengan hasrat hati, pada artikelnya, Ikazain menyarankan rumus sederhana untuk tetap berbahagia dengan jalan yang sudah terlanjur kita pilih.

Tanamkan attitude "Love What You Do" pada diri. Jalani apa yang sudah terlanjur dipilih, tekuni dan cintai dari dalam hati, lalu berbahagialah.